BAB I
ILMU TAJWID
1. HUKUM MEMPELAJARI TAJWID
Mempelajari ilmu tajwid hukumnya adalah Fardhu Kifayah (Kewajiban Kolektif) sedangkan membaca Al-Qur’an dengan menggunakan ilmu tajwid hukumnya adalah Fardhu ‘Ain (Kewajiban Individual)
· Dasar hukumnya;
وَرَتِّلِ الْقُرْانَ تَرْتِيْلًا
2. PENGERTIAN ILMU TAJWID
Secara bahasa adalah ; berakar dari kata “جَوَّدَ- يُجَوِّدُ-تَجْوِيْدًا” yang berarti sama dengan tahsini yaitu membuat bagus
Secara Istilah;
اِخْرَاجُ كُلَّ حَرْفٍ مِنْ مَخَارِجِهِ مَعَ اِعْطَائِهِ وَمُسْتَحَقَّهُ
“Mengeluarkan huruf dari tempatnya dengan memberikan sifat-sifat yang dimilikinya baik asli maupun yang baru datang”
3. POKOK BAHASAN DALAM ILMU TAJWID
· Maharijul Huruf (tempat keluarnya huruf)
· Sifatul huruf ( cara pengucapan huruf)
· Ahkamul huruf ( hubungan antar huruf)
· Ahkamul mad wal qashr ( hukum panjang dan pendek)
· Ahkamul waqfi wal ibtida’ (hukum berhenti dan memulai)
· Ghoroibul Qur’an (bacaan aneh dalam Al-Qur’an)
4. SASARAN DAN TUJUAN ILMU TAJWID
Ilmu tajwid bertujuan untuk mendapatkan pengucapan yang tepat bagi Al-Qur’an, sehingga kalamullah yang terkandung didalamnya tetap terpelihara dan terlindung dari segala cacat baik dari segi lafadz maupun maknanya.
Untuk mencapai sasaran tajwid yang maksimal, selain dengan masalah masalah tersbut diatas yang dibahas dan dikuasai dengan baik tak kalah pentingnya adalah praktek dihadapan guru serta latihan pengucapan yang memegang peranan penting.
5. RUKUN AL-QUR’AN
Disepakti oleh para ulama, bahwa membaca Al-Qur’an merupakan suatu ibadah, karena itu dalam suatu ibadah memerlukan syarat dan rukunnya, adapun rukun membaca Al-Qur’an adalah;
1) Sanad yang sahih
2) Pengetahuan tentang khat ustmany (rasm ustsmany)
3) Sesuai dengan kaedah dan tata bahasa
6. TEMPO BACAAN AL-QUR’AN
1) Tartil; yaitu membaca dengan pelan dan tenang, tidak tergopoh-gopoh (tergesa-gesa) hurufnya tidak terseret-seret diucapkan dengan jelas satu persatu, tepat menurut mahraj dan sifatnya, terpelihara dengan baik ukuran panjang dan pendeknya, serta berusaha mengetahui kandungan maknanya.
2) Tahqiq; yaitu pada dasarnya tempo bacaan ini sama dengan tartil, perbedaannya tempo bacaan ini lebih dipelankan dan apabila perlu ukurannya dapat melebihi tartil. Tempo ini biasanya adalah untuk pelajaran hingga seorang murid mampu memahami dengan benar apa yang disampaikan oleh seorang guru.
3) Hadr; tempo bacaan hadr adalah lawan dari tartil, yaitu membaca cepat namun tetap menjaga hukum-hukumnya.
4) Tadwir; tempo bacaan tadwir adalah menggunakan tempo bacaan antara tartil dan hadr. Tidak berbeda dengan tempo bacaan hadr, maksud tadwir adalah bacaan yang memakai ketentuan pertengahan diantara ketentuan yang ada misalnya; menggunakan empat harakat (dua alif) diantara enam harakat (tiga alif) dan dua harakat (satu alif)
7. KESALAHAN DALAM MEMBACA AL-QUR’AN
Setiap penyimpangan dalam membaca Al-Qur’an yang keluar dari kaedah ilmu tajwid disebut dengan Lahn (salah), lahn terbagi dua yaitu;
1) Lahnul Jaly (لَحْنُ الْجَلِى) Kesalahan yang Jelas
خَطَاٌ يَطْرَأُ عَلَى الْاَلْفَاظِ فَيُخِلُّ بِعُرْفِ الْقِرَاءَةِ سَوَاءٌ اَخَلَّ بَالْمَعْنَى اَمْ لَا كَتَغْيِيْرِ حَرْفٍ بِحَرْفٍ اَوْحَرَكَةٍ بِحَرَكَةٍ.
“Salah dalam pengucapan lafadz sehingga rusak menurut teori bacaan, baik merusak makna atau tidak seperti berubah huruf dan harakat”
Contoh;
Lafadz اَنْعَمْتَ dibaca اَنْعَمْتُ
Lafadz خُلِقَتْ dibaca حُلِقَتْ
Lahnul Jaly (kesalahan yang jelas) kesepakatan para ulama hukumnya adalah haram.
2) Lahnul Khafi (لَحْنُ الْخَفِيْ) (Kesalahan Yang Samar)
خَطَاٌ يَطْرَاُ عَلَى الْاَلْفَاظِ فَيُحِلُّ بَالْعُرْفِ دُوْنَ الْمَعْنَى كَتَرْكِ الْغُنَّةِ وَقَصْرِ الْمُدُوْدِ وَمَدِّ الْمَقْصُوْرِ
“Salah dalam pengucapan (lafadz) sehingga rusak menurut teori bacaan, tetapi tidak merusak makna ayat, seperti meninggalkan ghunnah, memendekkan yang panjang dan memanjangkan yang mestinya pendek”
Kesalahan yang ringan ini hukumnya tidaklah haram, akan tetapi merupakan suatu aib atau cacat dalam bacaan dan bagi para pembaca Al-Qur’an hendaknya dihindari.
8. ILMU QIRA’AT
Qiraat adalah kata mashdar dari qaraa yang berarti bacaan, jadi ilmu qiraat adalah ilmu yang mempelajari tentang bacaan Al-Qur’an.
TINGKATAN QIRAAT
a) Mutawattir
Qiraat yang mutawatir adalah setiap bacaan yang disampaikan oleh sekelompok perawi yang jumlahnya tidak memungkinkan mereka untuk sepakat bohong sejak angkatan pertama hingga Rasulallah SAW, Qiraat dengan nilai mutawatir ini disepakati sebagai bacaan yang sah dan resmi bagi Al-Qur’an
b) Masyhur
Qiraat yang berstatus Masyhur adalah yang sah sanadnya, tidak bertentangan dengan kaedah tata bahasa maupun khat ustmany, ia popular dikalangan ahli qiraat hanya nilainya dibawah yang mutawatir karena perawinya tidak sebanyak dalam tingkat mutawatir.
c) Ahad
Qiraat ahad adalah setiap bacaan yang sah sanadnya tetapi banyak menyalahi tata bahasa dank hat usmani, qiraat ini tidak popular, hanya orang-orang yang telah benar-benar mendalami ilmu qiraat yang dapat mengetahuinya.
d) Syasdz
Qiraat syaadz setiap yang tidak sah sanadnya dan menyalahi tata bahasa atau khat usmani. Qiraat ini sangat jarang yang menguasainya dan statusnya sebagai ilmu pengetahuan bukan sebagai pegangan.
e) Maudhu’
Maudhu’ artinya palsu, maksudnya setiap bacaan yang jelas merupakan kata tambahan dari khat usmani, tambahan tersebut biasanya merupakan penjelas makana atau tafsir dari kata-kata sebelumnya, sepakat bahwa ahli qiraat bahwa bacaan tersebut bukan Al-Qur’an.
QIRAAT TUJUH DAN IMAMNYA
1) Nafi’ bin Abdurrahman bin Abi Nu’aim al-Laytsy, lahir di Isfahan dan wafat di kota Madinah pada tahun 169 H. dua orang perawinya yang terkenal adalah Qalun dan Warsy
2) Abdullah bin Katsir yang popular dengan sebutan Ibnu Katsir wafat di kota Makkkah pada tahun 120 H, dua orang perawinya yang terkenal adalah Qunbul dan Al-Bazzi.
3) Abu Amr bin ‘Alla, wafat di kota Kuffah tahun 154 H, dua orang perawinya adalah Ad-Duri dan As-Susi.
4) Abdullah bin ‘Amir yang terkenal dengan Ibnu ‘Amir wafat di Damascus tahun 118 H, dua orang perawinya adalah Ibnu Dzakwan dan Hisyam.
5) ‘Ashim bin Abi Najuud, wafat di kota Kuffah tahun 127 H, dua orang perawinya adalah Syu’bah dan Hafs bin Sulaiman, Qiraat riwayat Hafs ini yang banyak dipakai terutama di Indonesia.
6) Hamzah bin Hubaib, wafat di Halwan tahun 156 H, dua orang rawinya adalah Khallaf bin Hisyam dan Khallad bin Khaliid.
7) Ali bin Hamzah Al-Kisa’I, wafat di Khurasan pada tahun 189 H, dua orang perawinya adalah Hafs bin Umar Ad-Duri ‘Ali dan Al-laitsy bin Khaliid yang lebih terkenal dengan Abul Harist.
BAB II
MAHARIJUL HURUF
Maharijul huruf adalah tempat keluarnya huruf dari rongga mulut, sebagaimana dikatakan;
مَحَلُّ خُرُوْجِ الْحُرُوْفِ وَتَمِيْزُهُ مِنْ غَيْرِهِ
“Maharijul adalah tempat keluarnya huruf hingga dapat dibedakan dengan huruf lainnya”
Huruf Hijaiyyah atau afpabet bahasa arab bila dilihat dari segi Ilmu Tajwid dibagi menjadi dua yaitu Asli dan Far’I, huruf asli berjumlah 29 buah merupakan standar bahasa arab yang akan diuraikan beserta mahrajnya.
Huruf Far’I atau cabang adalah huruf yang keluar dari antara dua mahraj asli hingga menimbulkan suara baru, huruf far’I ini terpakai dalam pengucapan, oleh karena adanya perbedaan dialek atau lebih populer dengan sebutan qiraat.
Beberapa huruf far’I yang menjadi bahan pengetahuan yang fasih dan terpakai dalam qiraat adalah;
· Hamzah tashil, yakni suara hamzah yang bercampur dengan alif, waw atau ya.
· Alif Imalah, yakni suara alif yang tidak murni, condong pada suara ya
· Shad yang bercampur dengan suara Za’
· Ya’ yang bercampur dengan suara Waw
· Alif yang dibaca dengan tebal
· Lam yang dibaca tebal
· Nun mati yang terjadi pada waktu hukum idgham dan ikhfa’
· Mim mati yang terjadi pada waktu hukum idgham dan ikhfa’
Huruf hijaiyyah asli yang berjumlah 29 buah dimulai dari Alif dan terakhir huruf Ya’, mahraj huruf tersebut terdapat pada 17 tempat yang terbagi menjadi lima kelompok (Maudhu’) yaitu;
1. Kelompok Al-Jauf (rongga mulut)
Tiga buah huruf yang yang keluar dari rongga mulut adalah huruf Mad, yaitu; Alif yang sebelumnya berharakat fathah, Ya’ yang sebelumnya berharakat kasrah, Waw yang sebelumnya berharakat Dhummah.
2. Kelompok Al-Ĥalaq (Kerongkongan/tenggorokan)
· Aqsal Ĥalqi (pangkal tenggorokan) huruf yang keluar adalah Hamzah dan Ha
· Wasthal Ĥalqi (tengah tenggorokan) huruf yang keluar adalah ‘Ain dan Ĥa
· Adnal Ĥalqi (ujung tenggorokan) huruf yang keluar adalah Ghain dan Kho
3. Kelompok Al-Lisan (lidah)
· Pangkal lidah dengan langit-langit mengeluarkan huruf Qaf.
· Pangkal lidah agak kedepan dengan langit-langit mengeluarkan huruf Kaf.
· Bagian tengah lidah dengan langit-langit, mengeluarkan huruf Ya’, Syin dan Jim.
· Tepi lidah kiri atau kanan dengan gigi geraham atas memanjang dari pangkal kearah depan, mahraj ini mengeluarkan huruf Dhad.
· Tepi kiri lidah kiri atau kanan dengan gusi atas, menghasilkan huruf Lam.
· Ujung lidah (depan mahraj Lam) dengan gusi atas, keluar huruf Nun.
· Punggung ujung lidah dengan gusi atas agak kedepan keluar huruf Ra’
· Punggung kepala lidah dengan pangkal gigi seri atas, keluar huruf Dal dan Ta’
· Ujung lidah dengan pangkal gigi atas (tidak terlalu ketat menempel) mengeluarkan huruf Shad, Sin dan Zai.
· Ujung lidah dengan ujung gigi seri atas, keluar huruf Zha, Dzal dan Tsa.
4. Kelompok Asy-Syafatain (dua bibir)
· Perut bibir bawah dengan ujung gigi seri atas, mengeluarkan huruf Fa.
· Dua bibir dalam posisi tertutup kearah luar, menghasilkan huruf Mim, dan kearah dalam menghasilkan huruf Ba, dalam posisi terbuka menghasilkan huruf Waw.
5. Kelompok Al-Khaisyum (batang hidung)
Pangkal (batang) hidung dapat mengeluarkan bunyi sengau (dengung) yaitu huruf nun atau tanwin waktu di idghamkan dengan ghunnah, waktu ikhfa atau bertasydid, sama halnya dengan huruf mim.
Kedua huruf ini waktu berharakat atau mati berstatus idzhar, akan tetapi memang memiliki ghunnah karena sifat aslinya, tetapi mahrajnya tetap pada lidah dan dua bibir, sedangkan pada waktu terjadi idgham atau ikhfa walaupun lidah dan bibir masih ikut aktif, namum karena ghunnahnya yang menonjol maka khaisyum dianggap sebagai mahrajnya.
Dengan demikian ghunnah dan khaisyum adalah sama dalam zat tetapi berbeda istilah, suara dengung pad nun dan mim pada waktu izhar disebut ghunnah sebagai sifat aslinya, sedangkan pada waktu idgham atau ikhfa mahrajnya terangkat taetapi sifatnya masih ada, maka saat itu mahrajnya disebut khaisyum.
Adapun cara untuk menemukan suatu mahraj dengan tepat adalah dengan mematikan huruf yang dimaksud yang sebelumnya adalah huruf hidup.
No comments:
Post a Comment